Hidup Kita Kebanyakan "Fa Fi Fu"

 


Waktu adalah salah satu hal yang paling berharga yang kita miliki. Setiap detik dari hidup kita sekarang ini tidak bisa dibayar oleh apapun. Kalau kita bekerja, dan pekerjaan itu mengambil waktu kita maka sebenarnya kita tidak dibayar karena kehilangan waktu tersebut. Kita dibayar karena jasa yang telah kita berikan, dan waktu tetaplah milik kita.

Hidup itu tentang bagaimana kita menggunakan tiap detik kita, tiap menit kita, tiap jam, hari, minggu, bulan, tahun yang kita miliki. Kita gunakan untuk sesuatu yang memang memiliki makna bagi hidup kita. Kalau bagi kita yang bermakna adalah seni, maka nikmatilah waktu yang berjalan untuk merasakan keindahan-keindahan seni. Kalau pengetahuan memiliki makna dalam hidup kita, nikmatilah setiap detik yang kita gunakan untuk mencari ilmu, untuk merasakan sensasi mendapatkan ilmu. Apapun yang bermakna dan bisa kita nikmati dalam hidup, maka pergunakanlah waktu untuk itu. Sekarang atau tidak sama sekali.

Jangan sampai kita malah terbebani terhadap hal-hal yang harusnya bermakna bagi kita. Harusnya kita menikmati waktu kita mencari ilmu, kita malah terbebani dengan kewajiban mencari ilmu. Harusnya kita menikmati setiap goresan tinta yang kita teteskan di kanvas, kita malah terbebani dengan harus menyelesaikan lukisan tersebut. Kalau kita terbebani oleh hal-hal yang harusnya kita nikmati, maka apalagi yang bisa kita nikmati?

Otak kita sering sekali memikirkan sesuatu yang tidak penting. Hal-hal yang belum terjadi, pandangan orang lain terhadap diri kita, atau keinginan-keinginan yang menurut pandangan otak kita "Kalau begini pasti enak banget". Saking banyaknya Overthinking tersebut, kita sampai lupa untuk menikmati hidup kita yang sekarang ini, sampai lupa mensyukuri apa yang sudah kita punya.

Hidup kita hanya dipenuhi ambisi-ambisi yang ingin kita capai, sampai kita lupa tujuan hakiki dari ambisi tersebut. Kita punya ambisi punya penghasilan sendiri, supaya tidak merepotkan orang tua, supaya dapat membahagiakan mereka. Ambisi itu memenuhi hidup kita sampai membuat kita tidak nyaman. Segala cara kita tempuh untuk ambisi tersebut, sampai lupa bahwa membahagiakan orang tua caranya bukan hanya satu. Dengan belajar giat, kita juga bisa membahagiakan orang tua. Dengan membenahi akhlak, kita juga bisa membahagiakan orang tua. Intinya, apapun ambisinya, kita harus tahu tujuan dasar dari ambisi tersebut.

Rata-rata orang ingin memiliki uang yang banyak. Tujuan dasar dari memiliki uang yang banyak adalah hidup bahagia. Kalau kita punya banyak uang, hidup kita jadi lebih nyaman, lebih mudah, dan tentu lebih bahagia. Kita tidak perlu pusing-pusing urus BPJS ketika kita sakit. Kita tidak perlu repot-repot cari beasiswa yang rumit birokrasinya, pokoknya hidup kita menjadi lebih enak.

Tapi-tapi, kalau kita bisa bahagia tanpa perlu memiliki uang banyak? kalau kita bisa menikmati hidup tanpa mendapat seluruh ambisi kita? Tentu saja kita bisa. Kalau dipikir-pikir yang membuat hidup kita ruwet, gak enak, dan gak bahagia adalah kebiasaan overthinking kita sendiri.

Dalam term kitab-kitab tassawuf, Overthinking biasa disebut sebagai طول الأمل. Nah thulul amal ini salah satu penyakit hati, dan dampak buruknya banyak banget. 

"ما أطال عبدٌ الأملَ إلا ساء العمل"؛ الزهد للحسن البصري (ص 82)، (قِصَر الأمل: 82).

Orang yang Overthingking pasti amalnya jelek

ya tentu saja, kualitas amal itu tergantung kualitas niat, nah kualitas niat tergantung kualitas hati. Kalau hatinya saja terlalu banyak isi yang macem-macem, bagaimana bisa bagus niatnya. Ketika kita tidak totalitas dalam suatu perbuatan, sebut aja kita gak fokus karena terlalu banyak overthinking, maka perbuatan itu tidak akan 100% maksimal.

يقول الفضيل بن عياض - رحمه الله -:

"إن من الشقاء طول الأمل، وإن من النعيم قِصَر الأمل"


Imam Fudhail berkata : "Termasuk tanda celaka adalah Overthinking, dan termasuk kenikmatan adalah sedikit angan-angan"

orang yang sedikit pikirannya, yang hanya memikirkan apa yang harus dikerjakan sekarang, yang tidak terlalu memikirkan sesuatu yang belum terjadi, dia adalah orang yang diberi nikmat oleh Allah. Hidup itu singkat, kalau kita habiskan hanya untuk memikirkan sesuatu yang belum bahkan mungkin tidak terjadi, itu hanya buang-buang waktu. Lebih baik menerima apa yang memang sudah terjadi dan menjalaninya sebaik mungkin, toh kita sambat atau nggk, ngeluh atau nggk, itu tidak mengubah keadaan. Artinya kita, manusia, itu makhluk lemah, la wong keadaan aja gabisa kita ubah. Gitu aja masih ada manusia-manusia yang sombong, ya.


Coba lihat anak kecil yang sedang berdiri di depan puluhan anak tangga ini. Kira-kira dia memikirkan gak ya "Bagaimana cara aku melewati anak tangga ke-5", atau jangan-jangan dia hanya sedang memikirkan untuk melangkahkan kaki di anak tangga pertama. Thulul Amal / panjang angan-angan, atau sering disebut sebagai Overthinking itu memikirkan sesuatu yang belum terjadi. Itu sering membuat kita lalai untuk menikmati hidup kita, dan lebih-lebih melalaikan terhadap kematian. Yang paling dekat saja belum terjadi, sudah memikirkan anak tangga ke-5.

Dulu ketika aku masih MA, aku sering berpikiran akan sangat enak sekali jika sudah lulus, tidak ada tugas sekolah yang tak penting, aku bisa fokus ngaji. Setelah lulus juga tetep ndak bisa fokus, lalu berangan-angan lagi akan sangat enak kalau aku gak jadi pembimbing, pasti bisa fokus. Setelah nggk jadi pembimbing juga sama aja gabisa fokus. Habis itu muncul lagi angan-angannya, wah kalau sudah khatam pasti lebih enak nih, bisa fokus 100%, ternyata setelah wisuda juga gabisa fokus. Akhirnya kepikiran, wah kalau di rumah pasti bisa lebih fokus nih, kan gak keganggu apa-apa. Ternyata pas di rumah juga tetep terganggu. Jadi aku simpulkan hidupku itu kebanyakan fa fi fu.

Sebenarnya aku sudah dapet fokus kok ketika MA, atau ketika jadi pembimbing. Aku juga sudah fokus sebelum dan sesudah wisuda, sebelum dan setelah di rumah. Tapi hanya kurang syukur aja. Sekarang aku lebih ke menikmati setiap detik yang berjalan dalam hidupku, menikmati setiap nafas yang aku tarik dan aku hembuskan, menikmati setiap kejadian yang terjadi, semua aku nikmati. Aku sudah tidak mau lagi menyalahkan keadaan. Ketika aku tidak bisa mengubah keadaan maka aku akan mengubah caraku menyikapi keadaan tersebut.

Pengalaman adalah ilmu yang tidak bisa diajarkan oleh orang lain, tidak bisa didapat dari orang lain. Pengalaman orang lain mungkin bisa dijadikan pelajaran, tapi akan sangat berbeda bila kita yang mengalaminya sendiri. Yang berharga dari pengalaman adalah dia hanya terjadi sekali dan tidak bisa kita ubah lagi, sama seperti waktu. 10 detik yang berlalu barusan itu tidak bisa digantikan oleh apapun di masa depan. Jadi nikmatilah hidup kita sekarang ini, karena waktu tidak bisa dibeli, dan tidak bisa terulang.

-Gaza Satria Lutfi


Komentar

Populer

Dosa Besar Sehari-hari

Pesantren Melek Zaman

Sibuk, apa itu?

Setiap Orang Punya Keindahan, Lho

Perempuan Dan Perasaan