Mengenal Metode Tafsir Al-Mishbah Dalam Buku “Diskursus Munasabah Al-Qur’an” Karya Dr. Hasani Ahmad Said
Oleh Ahmad Rifa'i
PENDAHULUAN
Al-Qur’an sebagai kitab umat Islam mengandung banyak makna tersurat dan tersirat. Banyak para penafsir dari era klasik hingga modern berupaya untuk memahami makna-maknanya. Sebut saja tafsir terkenal dari golongan tabiin yaitu Mujahid bin Jabar (w. 104 H) dengan tafsir klasiknya berjudul “Tafsir Mujahid”. Kemudian Muqatil bin Sulaiman (w. 150 H) dengan kitab tafsir pertamakali yang membuang sanad. Hingga pada abad ketiga dan keempat sebagai era berkembangnya penafsiran dari sudut pandang berbagai aliran untuk mendukung argumen mereka. Adanya tafsir juga tak lepas dari pribadi penafsir sebagai pelaku utamanya. Oleh karenanya, banyak tafsir klasik yang condong pada corak tertentu seperti pada aspek hukum fiqihnya, kebahasaannya, akidahnya, dan lain sebagainya.
Kajian Al-Qur’an telah berjalan dalam sejarah yang cukup panjang. Al-Qur’an adalah wahyu Ilahi yang berisi nilai-nilai universal kemanusian. Ia diturunkan untuk dijadikan petunjuk, tidak hanya untuk sekelompok manusia, tetapi juga untuk seluruh manusia hingga akhir zaman. Oleh karena itu, diperlukan tafsir untuk mengungkap, menjelaskan, memahami, dan mengetahui prinsip-prinsip kandungan Al-Qur’an tersebut. Ulama sepakat akan kemukjizatan Al-Qur’an. Pendapat bahwaAl-Qur’an memiliki kemukjizatan dari setiap dimensinya dapat dipahami sebagaimana dipaparkan Al-Zarkasyi bahwa Alqur’an bukanlah kalam yang diturunkan secara tidak sengaja, kebetulan, serta tanpa sasaran dan tujuan tertentu. Dengan demikian, setiap penggunaan dan susunan kata yang, konstruksi ayat dan surah serta peralihan tema yang terdapat di dalamnya memiliki kekuatan konsep sebagai suatu kalam yang utuh dan padu.
SEKILAS MUNASABAH AL-QUR’AN
Susunan ayat dan surah dalam Al-Qur’an memiliki keunikan yang luar biasa karena sesungguhnya tidak secara berurutan saat wahyu diturunkan. Studi tentang munasabah atau korelasi ayat dengan ayat atau surah dengan surah mempunyai arti penting dalam memahami makna Al-Qur’an serta membantu proses penakwilan dengan baik dan cermat. Timbulnya ilmu munasabah ini bertolak dari fakta sejarah bahwa susunan ayat dan surah Al-Qur’an sebagaimana yang terdapat dalam mushaf sekarang (mushaf Utsmani), tidak didasarkan kronologis. Kronologis turunnya ayat atau surah tidak diawali dengan Surah Al-Fatihah, tetapi diawali dengan Surah Al-Alaq ayat 1-5. Selanjutnya surah kedua yang turun adalah Surah Al-Muddatstsir, namun surah kedua dalam mushaf Utsmani adalah Surah Al-Baqarah. Persoalan inilah yang kemudian melahirkan kajian munasabah dalam konteks ‘ulum Al-Qur’an.
MENGENAL TAFSIR AL-MISHBAH
Di Indonesia sendiri ada banyak tokoh yang mengungkapkan pendapat mereka tentang tafsir al-Qur’an. Sebut saja di antaranya adalah Prof. Quraish Shihab yang merupakan cendikiawan al-Qur’an Indonesia. Di antara karangan monumentalnya adalah “Tafsir Al-Mishbah” yang berjumlah 15 jilid. Tentunya kitab tafsir ini memiliki karakterisitk dan metodenya sendiri yang pastinya berbeda dengan kitab tafsir lain. Sebagai contoh, Prof. Quraish Shihab perlu mengontekstualkan sebuah ayat agar relevan dan menjawab problematika di Indonesia. Mengutip dari buku “Diskursus Munasabah Al-Quran Dalam Tafsir Al-Misbah” karya Dr. Hasani Ahmad Said menjelaskan tiga pembahasan terkait metode dan karakteristik Tafsir Al-Mishbah.
LATAR BELAKANG PENULISAN
Tafsir Al-Mishbah merupakan sumber rujukan utama kitab tafsir di Indonesia. Quraish Shihab juga mengakui bahwa tafsirnya banyak mengutip kitab tafsir terdahulu. Menurutnya, penulisan Tafsir Al-Mishbah disebabkan banyaknya surat masuk. Di antara contohnya mengatakan bahwa, “Kami menunggu karya ilmiah Pak Quraish yang lebih serius”. Inilah yang membuat Pak Quraish terdorong untuk menyusun kitab Tafsir Al-Mishbah. Sistematika tafsir ini bermula dengan penamaan surat dan penjelasannya, kemudian berlanjut membahas jumlah dan turunnya ayat serta kategori makkiyah atau madaniyah. Setiap ayat dikaji dari aspek kebahasaan dan pendapat menurut beberapa penafsir. Quraish Shihab juga menafsirkan ayat dengan ayat atau ayat dengan hadis serta melengkapinya dengan analisis kebahasaan, pendapat ulama, ilmu qiraah, dan sains. Selain itu, beliau juga mencantumkan munasabah antar ayat satu dengan yang lainnya. Sistematika ini tidak jauh berbeda dengan ulama tafsir pada umumnya.
Pendekatan
PENDEKATAN TAFSIR AL-MISHBAH
Secara umum, pendekatan dalam kitab tafsir terbagi menjadi dua. Pertama adalah al-riwayah, yaitu pendekatan kitab tafsir dengan menggunakan riwayat al-Qur’an, hadis, pendapat sahabat atau tabiin. Kedua adalah al-dirayah, yaitu pendekatan kitab tafsir dengan menggunakan ijtihad sesuai kemampuan penafsir. Dalam hal ini, Quraish Shihab menggunakan pendekatan kedua. Karena hampir semua ayat beliau memulainya dengan aspek kebahasaan dengan berbagai macam bentuknya. Meskipun Quraish Shihab sendiri tidak menjelaskan secara gamblang bahwa ia menggunakan pendekatan al-dirayah, namun unsur-unsur dirayah sangat banyak dalam kitabnya. Maksud dari unsur-unsur dirayah ini adalah aspek kebahasaan al-Qur’an, gaya bahasanya, ilmu nahwu, Sharaf, balaghah, ushul fikih, asbab an-nuzul, dan nasikh-mansukh.
METODE, CORAK DAN KARAKTERISTIK
Secara umum, ada empat bentuk metode penafsiran. Pertama adalah tahlili, yaitu menguraikan makna yang terkandung dalam ayat al-Qur’an dengan sedikit banyak melakukan analisis di dalamnya. Kedua adalah ijmali, yaitu mengungkapkan makna umum dari sebuah ayat al-Qur’an. Ketiga adalah muqaran, yaitu membandingkan ayat al-Qur’an yang memiliki redaksi berbeda namun maknanya sama atau yang memiliki redaksi mirip namun maknanya berbeda. Keempat adalah maudhu’i, yaitu membaha satu surah al-Qur’an secara menyeluruh atau menghimpun dan menyusun ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki kesamaan tema. Quraish Shihab sendiri menerapkan metodeo maudhu’i secara umum, namun secara khusus menggunakan metode tahlili dalam beberapa kesempatan. Kemudian corak yang menonjol dalam kitabnya cenderung menunjukkan corak adab al-ijtima’i, yaitu corak penafsiran yang berkaitan dengan masalah sosial dan kemasyarakatan. Corak ini tidak hanya menekankan aspek kebahasaan dan agama, namun juga menekankan pada kebutuhan sosial masyarakat. Dengan demikian, hasil penafsiran tidak bersifat parsial, tetapi universal.
KELEMAHAN DAN KEKURANGAN BUKU
Kelebihan buku ini adalah mampu memberikan informasi secara lengkap dan terperinci tentang peran munasabah sebagai instrumen penafsiran Al-Qur’an. Dalam buku ini juga memberikan informasi mengenai sejarah awal munasabah, serta munasabah dalam tinjauan ilmuwan Al-Qur’an klasik hingga kontemporer. Informasi yang diberikan pun dari berbagai sumber dan pendapat para ahli yang dijabarkan melalui catatan kaki serta adanya contoh dari pendapat tersebut. Kelemahan buku ini adalah terlalu banyak catatan kaki yang membingungkan para pembaca, serta bahasa yang terdapat di buku ini kurang mudah dipahami khususnya bagi para pemula.
Komentar
Posting Komentar