Yang Katanya Cinta
Sering sekali aku menggubah syiir sampai lupa kalau ribuan syiir di dunia ini sudah diciptakan oleh orang hebat. Kenapa aku tidak mencoba menikmatinya? Sekarang aku ingin mensyarahi salah satu Syiir Imam Syafii. Yaitu
أَكْثَرَ النَّاسُ في النِّسَاءِ وَقالُوا
إنَّ حُبَّ النِّسَاءِ جَهْدُ الْبَلاءِ
ليسَ حبُ النساءِ جهداً ولكنَ
قُرْبُ مَنْ لاَ تُحِبُّ جُهْدُ الْبَلاءِ
Orang-orang sering "deket" dengan perempuan, lalu mereka berkata "Huh! Mencintai perempuan memang melelahkan"
Tidak! Mencintai perempuan itu tidak pernah melelahkan. Tetapi dekat dengan orang yang tidak kamu cintai lah, yang melelahkan.
Aku ingat, ini adalah salah satu syiir yang aku sorogan-i kepada مربي روحي Yai Zaky Muhammad Hasbullah. Awalnya aku pikir makna dari syiir sesederhana apa yang aku terjemahkan di atas. Bahwa orang mengeluh tentang perempuan dan mengeluh tentang keadaan yang membuatnya harus dekat dengan orang tidak dia senangi. Tapi beliau dapat menemukan korelasi antar bait di atas yang saat itu belum aku temukan. Sebelum menjelaskan korelasi dan makna tersirat dari syiir, beliau sempat menyindirku.
"Koe sih ratau seneng wong wedok"
Kamu sih tidak pernah menyukai perempuan.
Hehe. Beliau mungkin belum tau syiir-syiir gubahanku selama ini, itu timbul dari rasa cinta kepada perempuan. Bahkan bisa dibilang jiwa penyair tumbuh karena perempuan.
Anyway, beliau menjelaskan bahwa sebenarnya korelasi antara orang tersebut mengatakan "lelah untuk mencintai perempuan" dan jawaban imam Syafii berupa "dekat dengan orang yang tidak kamu cintai", korelasinya adalah ketika kamu mengeluh terhadap pasanganmu, mengeluh tentang orang yang sedang dekat dengan kamu, artinya kamu tidak benar-benar mencintai orang tersebut. Orang yang mencintai tidak akan merasa lelah, tidak pernah merasa tertekan, tidak pernah merasa sakit terhadap orang yang dicintai.
Tentu saja, kalau dia mengeluh tentang seorang perempuan artinya dia tidak tulus mencintainya. Yang mencintai selalu bisa melihat keindahan di dalam diri seseorang yang ia cintai. Sebagaimana syiir imam Syafii yang lain.
وَعَينُ الرِضا عَن كُلِّ عَيبٍ كَليلَةٌ
وَلَكِنَّ عَينَ السُخطِ تُبدي المَساوِيا
Pandangan cinta akan mengaburkan seluruh kejelekan.
Sama halnya pandangan kebencian akan menampakkan seluruh kejelekan.
Tapi kenapa imam Bushiri dalam qosidah burdahnya mengatakan bahwa cinta itu membuat rasa senang menjadi rasa sakit?
نعمْ سرى طيفُ من أهوى فأرقني
والحُبُّ يَعْتَرِضُ اللَّذاتِ بالأَلَمِ
Bayang-bayang orang yang aku cintai mendatangiku pada malam hari, kemudian membuatku tidak bisa tidur.
Begitulah cinta mengubah kelezatan menjadi rasa sakit.
Mungkin sekilas beliau menggunakan kata الحب yang memang biasanya diartikan sebagai cinta. Tapi jika melihat korelasi dengan Syatr awal dari bait tersebut, yaitu hanya bayang-bayangnya saja yang mendatangi bukan orangnya. Artinya orangnya berada jauh darinya. Maka kita bisa tahu bahwa الحب di situ bermakna rindu bukan cinta. Ini sejalan dengan terjemah burdah yang dibubukan oleh مربي روحي Abah Hilmy Muhammad Hasbullah. Terjemah beliau untuk syiir tersebut adalah
Ya, Aku merindukannya. Bayangan kekasih menjadikanku terjaga dan tidak bisa tidur karenanya.
Rindu menghalangi segala kesenangan dengan derita.
Jadi yang membuat rasa sakit dan rasa lelah adalah ketika jauh dengan orang yang kita cintai, yaitu rindu. Bukan ketika dekat dengannya. Tentu ini semakin menguatkan penjelasan مربي روحي Yai Zaky sebelumnya. Kalau kita benar-benar cinta, kita akan lebih senang dekat daripada jauh. Tapi kalau tidak, tentu kedekatan akan membuat kita merasa lelah dan lebih senang menjauh darinya.
Selama ini apakah kita benar-benar mencintai seseorang? Apakah kita benar-benar mencintai sesuatu? Seberapa sering kita merasa lelah terhadap Siapa & Apa yang kita cintai? Seberapa sering kita mengeluh terhadapnya?
Dan pertanyaan terakhir, apakah kita mencintai guru kita sebagaimana mereka mencintai kita? Berapa kali kita mengeluh? Berapa kali kita sambat? Kalau bukan guru kita yang harus kita cintai, siapa lagi?
Di bawah ini salah satu syiirku tentang rindu
مَا بِالشُّعُوْرِ إِذَا مَا الْعِشْقُ جَاءَكُمُ
لَكِنْ يَصُدُّ عَنِ التَحَدُّثِ الخَجَلُ
أَلَمْتُ بِالعِشْقِ حَتَّى كَادَ يَقْتُلُنِي
لَوْ أَنَّ مَا بِي بِجَبْلٍ دُكَّتِ الْجَبَلُ
-غزة-
1. Apa perasaanmu jika rindu mendatangimu tapi rasa malu mencegahmu untuk berbincang-bincang dengannya?
2. Rindu telah memberiku rasa sakit sampai hampir membunuhku.
Kalau saja keadaanku ini dirasakan oleh gunung, gunung itu pasti hancur.
-Gaza Satria Lutfi
Komentar
Posting Komentar