Tentang Hati Yang Sakit
Healang-healing, healang-healing, kita tuh terluka karena apa sih sampai harus menyembuhkan diri segala. Terluka karena kemalasan kita? Karena diri yang ngga produktif? Karena waktu yang terbuang sia-sia? Atau karena beban tanggung jawab yang semakin ke sana semakin berat.
Sebelum kita menyembuhkan diri kita, kita harus tau dong apa sih penyakit yang ada di dalam diri kita. Kenapa diri kita merasa sakit, sedih, hampa, dan sebagainya, sampai kita membutuhkan healing, yang hampir selalu kita lakukan.
Yang harus kita ketahui terlebih dahulu, bahwa ketika kita ingin melakukan refreshing atau healing, artinya ada yang salah dengan diri kita, lebih tepatnya ada yang salah dengan hati kita. Maka alangkah baiknya kita membahas hati terlebih dahulu, agar selanjutnya kita bisa mendiagnosis penyakit yang dideritanya.
Hati, menurut keterangan sebagian Ulama', maknanya sama dengan ruh. Kalau jasad kita kita katakan sebagai benda mati, maka ruh adalah sesuatu yang hidup dari diri kita. Ruh sendiri tidak berasal dari alam fisik atau yang biasa kita sebut sebagai dunia. Ia berasal dari alam ruh, dan termasuk dari jenisnya malaikat.
Ketika kita tahu bahwa hati itu bukan berasal dari alam fisik/dunia, maka setiap kali ia berinteraksi dengan dunia, terjadilah gonjang-ganjing, kegelisahan, dan kegalauan. Dan ketika dia berinteraksi dengan alam ruh/meta-fisik, maka dia akan menemukan kesesuaian dan kenyamanan. Sebagaimana kalau kita campurkan air dengan api, maka ia akan menguap beda halnya jika kita campurkan air dengan air, maka keduanya akan saling berkesesuaian.
Hati, sama halnya dengan jasad kita ini, juga butuh yang namanya asupan. Ketika jasad kita butuh yang namanya karbohidrat, vitamin, dan nutrisi, maka begitu pun hati kita. Jika asupan jasad (makanan&minuman) berasal dari dunia, maka asupan hati berasal dari alam ruh. Asupannya adalah cahaya, hikmah serta ilmu.
Nah kalau kita sudah tahu itu, maka kita sudah bisa menyimpulkan dong kenapa hati kita sakit, lemas dan tidak semangat untuk melakukan ketaatan? Sama seperti jasad kita yang ketika tidak kita beri makanan, ia juga tidak semangat untuk melakukan olahraga.
Jika hidup kita berantakan, mungkin karena hati kita yang berantakan dan sakit–jika tidak ingin dibilang mati. Maka dari itu, penting untuk kita memberi hati ini obat dan asupan sedikit demi sedikit sesuai kapasitasnya agar hati semakin dekat dengan kata "sehat".
Imam Hasan Al-Bashri pernah mengatakan demikian
Bahwa ketika hati itu mati, maka cara menghidupkannya adalah dengan melakukan perkara fardhu dan tentu meninggalkan perkara haram. Dua hal ini, yang apabila kita jaga, kita tekuni dan kita sempurnakan, maka hati kita akan kembali hidup. Ingat ya, hidup! bukan sehat. Jadi, kadang hati itu hidup tapi tidak sehat. Untuk menjadikannya kembali sehat, maka caranya sama seperti kita menyembuhkan penyakit jasad.
Kalau kita sedang sakit parah yang mengharuskan kita untuk dirawat, apakah kita bisa sembuh dalam sehari? Tentu saja tidak. Bahkan dengan pengobatan secanggih apapun. Apakah infus, vitamin dan obat-obatan lain bisa kita makan sekaligus dan itu maknanya kita bisa langsung sembuh? Tentu tidak. Begitu pun hati yang sudah sakit parah. Ketika hati kita sakit parah, kita tidak bisa menyembuhkannya hanya dalam sehari-dua hari dengan asumsi kita melakukan ketaatan 24 jam dan mengarapkannya bisa menyembuhkan hati seketika. Justru yang akan terjadi adalah kita overdosis, sebagaimana jasad overdosis karena tidak kuat menahan efek dari obat tersebut.
Hati itu persis seperti jasad, dia punya kemampuan dan kapasitas. Kalau dosis obat setiap orang berbeda, maka dosis obat hati setiap orang pun berbeda. Kalau jasad bisa membesar dan menguat karena kita kasih asupan yang banyak, begitupun hati bisa meluas karena kita kasih asupan ilmu dan hikmah yang banyak, secara berkala tentunya. Setiap kali ilmu bertambah maka hati akan semakin luas dan kapasitasnya akan semakin besar. Itulah mengapa orang yang berilmu banyak pasti bijak dan lapang hatinya. Karena kapasitas yang dia miliki sudah besar seiring dengan banyaknya pengetahuan yang masuk.
Dalam melakukan pengobatan tadi, agaknya ada kalam imam Ghozali yang sangat senang sekali untuk aku kutip di sini
Imam Abu Darda berkata:
Aku akan menghibur diri sedikit, yang akan membantuku untuk melakukan ibadah.
Imam Ali berkata:
Berilah hatimu kerileks-an, karena ketika dia sudah mulai kesal(melakukan sesuatu) ia akan menjadi buta.
Maka, tidak mengapa kita melakukan healing dan refreshing ketika hati kita sudah tidak kuat untuk menerima obatnya. Karena kalau kita paksakan, itu malah menjadikan hati kita tambah sakit dan overdosis. Healinglah dengan jalan-jalan atau ngobrol, dan hal lainnya yang bisa membuat hati merasa nyaman dan rileks, bahkan jika itu termasuk dari اللهو (hiburan), asal tidak termasuk dalam perkara haram.
Inilah pentingnya kita mengenal diri kita, mengatur kegiatan kita, dan mempertimbangkan sesuatu yang kita perbuat. Maka, self-healing itu harus seimbang. Kalau kita sudah kebanyakan ibadah, maka boleh beri diri kita istirahat dan healing, dengan nge-game, traveling, ngobrol, olahraga, dan sebagainya.
Tapi kalau kita sering lupa sama Allah, waktu-waktu hanya digunakan untuk hal-hal yang bersifat duniawi, ya self-healingnya ibadah dong. Hati kan kalau terus berinteraksi dengan hal duniawi, maka dia akan sedih dan gelisah serta lemas tak semangat, sebagaimana sudah kita bahas di awal tadi.
Kemudian, masjid seharusnya menjadi tempat healing terbaik bagi kita yang sudah terlalu banyak berinteraksi dengan dunia ini. Masjid adalah tempatnya cahaya dan malaikat berkumpul. Hati kita akan banyak menerima nutrisi dari sini. Tidak bisa dipungkiri, orang yang datang ke masjid pasti merasakan kenyamanan dan ketenangan di sana, karena hati kita sedang berdeketakan dengan alamnya. Kalau kita dekat dengan orang yang satu frekuensi dengan kita, bukankah kita merasa nyaman dan tenang? Begitu pun hati kita kita bawa ke dalam masjid yang penuh dengan cahaya dan malaikat.
-Gaza Satria Lutfi
Komentar
Posting Komentar