"Tumben Sholat, Tumben Ke Masjid"
Eh, tumben sholat. Wihhh gak salah liat nih mau ke masjid. Ciee, rajin banget sekarang baca-baca buku segala.
Aku inget banget bahwa kalimat-kalimat seperti ini oleh pak Zaky dikatakan sebagai ngiblis. Ya, maksudnya Iblis ditambahi -ng, jadinya orang yang sedang melakukan perbuatan seperti iblis. Sebenarnya mungkin lebih cocok ngesetan daripada ngiblis, karena kata yang bersifat maknawi adalah setan, sedang Iblis adalah dzatiyah. Tapi, memang lebih enak melafalkan ngiblis daripada ngesetan, jadinya ya ndak papa, wong dijadikan majaz juga gapapa. Toh, dengan menggunakan iblis, mubalaghahnya lebih terasa dan sampai ke hati. Apalagi diucapkan dengan nada lantang sebagaimana ketegasan beliau.Aku setuju banget dengan cara beliau mensifati orang-orang yang mengatakan hal-hal di atas dengan sifat-sifat setan. Karena memang setan itu maknawi, artinya tidak ada wujudnya hanya ada sifatnya. Nah, wujudnya itu ya tempat dia bersemayamnya. Misalnya seperti ini, ada kata sifat berupa lembut, baik, ganteng, gagah, dan sebagainya. Nah, sifat-sifat itu tidak bisa kita lihat wujudnya, tetapi bisa kita bisa memahami makna-makna ini ketika dia sudah bersemayam di diri seseorang. Begitu juga setan, adalah makna serta sifat, wujudnya ya bisa manusia bisa juga jin.
Dan memang juga, sebenarnya penyebutan orang yang seperti setan ini sudah ada di dalam AlQuran
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِىٍّ عَدُوًّا شَيَٰطِينَ ٱلْإِنسِ وَٱلْجِنِّ يُوحِى بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ ٱلْقَوْلِ غُرُورًا ۚ وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ
(Al An'aam 6:112) : Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.
jadi tak heran bila bahasa ngiblis ini bisa digunakan untuk orang-orang yang mencegah orang lain kepada kebaikan. Karena memang setan sendiri tugasnya adalah mencegah orang dari melakukan kebaikan.
Dalam pembahasan balaghah ada yang namanya المدح بقصد الذم yaitu mencela dengan menggunakan bahasa pujian. Misalnya seperti ini lho, kamu mengatakan kepada temenmu yang baru saja kentut dan ternyata bau "Hmmmm, kentutmu wangi banget sih". Nah, kata-kata di atas juga mungkin bisa masuk ke sini.
Ketika kata tumben itu dilontarkan, secara tersirat maknanya adalah sebelumnya dia jarang melakukan seperti itu. Tentu orang yang sedang berusaha untuk taubat dan kembali ke jalan yang benar menjadi malu dan semangatnya turun karena kata-kata tersebut.
Dalam kitab taj al-arus karya Imam Ibn Athoillah disebutkan
وَأَكْثَرُ مَا يَدْخُل عَلَى الْمُؤْمِنِ الْخَجَلُ إِذَا كَانَ عَاصِيًا : رُفَقَاءُهُ فَإِمَّا أَنْ يَفْضَحُوْهُ وَإِمَّا أَنْ يَسْتَهْزِئُوْا بِهِ، فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ فَقَدْ أَخْطَأُوْا الطَّرِيْقَ
Seringnya orang itu malu ketika berbuat kesalahan karena teman-teman terdekatnya malah membuka kesalahannya kepada orang lain, atau malah membercandai kesalahan tersebut. Kalau teman-temannya memang begitu, maka mereka benar-benar telah keliru dalam menyikapi kesalahan tersebut
Rasa malu itu rasa yang kuat dan dapat mengubah seseorang. Ketika seseorang malu, biasanya dia tidak ingin melakukan hal tersebut. Bayangin nih, ada orang sudah menyadari kesalahannya, dan ingin berubah, tapi karena teman-temannya membercandainya dengan kata-kata di atas, dia jadi malu untuk berubah dan melakukan hal-hal baik. Bukannya ini sudah bisa disebut sebagai setan berbentuk manusia. Perilaku ngiblis ini sungguh sangat tidak sesuai dengan akhlak seorang muslim.
Seorang muslim yang baik harusnya membantu saudaranya untuk berbuat kebaikan, lebih lagi ketika dia benar-benar ingin berubah dan kembali ke jalan yang baik. Tidak seyogyanya dia malah mencegah temannya sendiri dari kebaikan dengan cara melontarkan kata-kata di atas yang membuatnya malu.
Mba Nana pernah berkata demikian
Toh kita tidak tahu sebenarnya siapa yang lebih baik. Apakah kita atau mereka yang berbuat kesalahan. Coba kita lihat ayat yang satu ini
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ
(Al Baqarah 2:222)Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
Ulama mengatakan bahwa ٱلْمُتَطَهِّرُونَ adalah orang yang tidak berdosa sedangkan, ٱلتَّوَّٰبُوْنَ adalah orang yang berdosa kemudian sadar dan kembali ke jalan yang benar. Lalu kenapa di ayat tersebut didahulukan orang yang pernah berbuat kesalahan daripada orang yang suci tanpa kesalahan. Dan hebatnya lagi, ayat di atas menggunakan kata حب yang artinya cinta.
Orang yang shalih dan rajin beribadah itu potensi sombongnya lebih tinggi daripada orang yang bermaksiat. Jelas. Kita itu lebih membutuhkan kasih sayangnya Allah ketika kita taat daripada ketika kita maksiat. Karena, ketika kita taat, kadang kita lupa untuk menunjukan kelemahan dan kerendahan diri di depan Allah sedangkan yang bermaksiat sudah barang pasti merasa rendah dan lemah di hadapannya. Padahal cara tercepat untuk semakin dekat kepada Allah adalah menunjukan kehambaan, yang salah satu intinya adalah menunjukan kelemahan dan kerendahan.
Agaknya, kata-kata di atas itu terlontar dari mereka-mereka yang congkak, yang merasa bahwa yang rajin hanya mereka, yang sering ke masjid hanya mereka, dan orang lain tidak bisa berubah dan kembali kepada jalan-Nya. Atau juga bisa keluar dari orang yang memang hatinya sudah mati. Yang sama-sama tidak sholat dan tidak ke masjid.
Akhirul kalam, mari kita kurang-kurangi kata-kata tumben, khususnya jika ditambahi dengan tumben sholat, tumben ke masjid, tumben nderes, tumben belajar. Gausalah mengatakan sesuatu yang sama sekali tidak ada gunanya. Tinggal diam apa susahnya toh. Bukannya, diam itu nggak menggunakan energi? Atau memang kamu bener-bener setan yang turun ke bumi untuk mencegah manusia berbuat baik? hehe
-Gaza Satria Lutfi
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ
(Al Baqarah 2:222)Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
Ulama mengatakan bahwa ٱلْمُتَطَهِّرُونَ adalah orang yang tidak berdosa sedangkan, ٱلتَّوَّٰبُوْنَ adalah orang yang berdosa kemudian sadar dan kembali ke jalan yang benar. Lalu kenapa di ayat tersebut didahulukan orang yang pernah berbuat kesalahan daripada orang yang suci tanpa kesalahan. Dan hebatnya lagi, ayat di atas menggunakan kata حب yang artinya cinta.
Orang yang shalih dan rajin beribadah itu potensi sombongnya lebih tinggi daripada orang yang bermaksiat. Jelas. Kita itu lebih membutuhkan kasih sayangnya Allah ketika kita taat daripada ketika kita maksiat. Karena, ketika kita taat, kadang kita lupa untuk menunjukan kelemahan dan kerendahan diri di depan Allah sedangkan yang bermaksiat sudah barang pasti merasa rendah dan lemah di hadapannya. Padahal cara tercepat untuk semakin dekat kepada Allah adalah menunjukan kehambaan, yang salah satu intinya adalah menunjukan kelemahan dan kerendahan.
Agaknya, kata-kata di atas itu terlontar dari mereka-mereka yang congkak, yang merasa bahwa yang rajin hanya mereka, yang sering ke masjid hanya mereka, dan orang lain tidak bisa berubah dan kembali kepada jalan-Nya. Atau juga bisa keluar dari orang yang memang hatinya sudah mati. Yang sama-sama tidak sholat dan tidak ke masjid.
Akhirul kalam, mari kita kurang-kurangi kata-kata tumben, khususnya jika ditambahi dengan tumben sholat, tumben ke masjid, tumben nderes, tumben belajar. Gausalah mengatakan sesuatu yang sama sekali tidak ada gunanya. Tinggal diam apa susahnya toh. Bukannya, diam itu nggak menggunakan energi? Atau memang kamu bener-bener setan yang turun ke bumi untuk mencegah manusia berbuat baik? hehe
-Gaza Satria Lutfi
Komentar
Posting Komentar