"Dasar Orang Aneh"

https://peopleyard.wordpress.com/2015/08/06/differences-people/

Di dunia ini, kita tinggal dengan 8 miliar manusia dari berbagai belahan dunia. Dengan berbagai perbedaan budaya, latar belakang dan tentunya pemberian yang sudah diatur oleh Allah. Mungkinkah pernah terlintas sekali saja di dalam benak kita bahwa setiap individu dari jumlah 8 miliar tadi adalah orang yang memiliki sifat sama? Ya, tentu tidak akan pernah. Tapi kenapa kita selalu melakukannya dalam kehidupan sehari-hari?

Orang yang suka belajar dan baca buku akan berkata kepada fulan yang malas untuk membaca "Ih, orang itu aneh banget. Bagaimana dia bisa pintar kalau dia malas seperti itu". Orang yang suka bersosial akan mengatakan kepada fulan yang malas bersosial dan selalu menyendiri untuk membaca buku "Emang hidup isinya cuman baca buku. Aneh banget jadi orang, disuruh ngumpul aja susah" Dan berbagai contoh lainnya yang menggunakan kata "Aneh" untuk mendeskripsikan seseorang yang dia pikir berbeda dengan dirinya.

Kata aneh sendiri itu artinya berbeda dengan umumnya orang. Tapi, yang kita maksud "umumnya orang" itu sudut pandang yang mana? Jangan-jangan selama ini kita bersudut pandang sempit? Mengaku sudah terbuka pikirannya, ternyata masih terjebak di dalam kotak. Tipikal!

Setiap orang itu pasti akan menghabiskan waktu dengan orang lain yang membuatnya nyaman ketika berada didekatnya. Dengan kata lain, kita akan berteman dan menghabiskan hari dengan orang-orang yang juga sesuai dengan sifat-sifat kita. Artinya lagi, kita merasa dunia yang "umum" itu, ya, dunia yang kita jalani sehari-hari, sifat yang kita temui setiap hari. Itulah makna sudut pandang sempit.

Maka, aku lebih suka untuk menggunakan kata "unik" daripada kata aneh untuk mendeskripsikan sifat orang yang berbeda denganku. Karena memang setiap orang itu unik, bukan aneh. Dia "aneh" karena kalian tidak sesuai saja dengan dirinya. Tapi, sejak kapan 8 miliar orang di dunia ini harus sama persis dengan sifat-sifat kita? Hehe.

Dari sinilah nanti timbul masalah yang ditimbulkan oleh masyarakat yang masih bersudut pandang sempit. Termasuk orang-orang yang seharusnya membantu anak-anak untuk tumbuh menjadi versi terbaiknya. Sistem sudut pandang yang sudah terbentuk di masyarakat agaknya perlu ditinjau kembali.

Mari kita ambil contoh dalam masalah pendidikan. Masyarakat masih banyak yang menganggap bahwa ranking dan nilai adalah sebuah indikator untuk menunjukan kesuksesan seorang "siswa" dan kebablasan menjadi "untuk menunjukan kesuksesan seorang anak". Menurutku pribadi ini salah besar karena di dalam sekolah ada sebuah sistem dan kurikulum. Artinya, itu dibentuk untuk anak-anak dengan tipe tertentu dan bukan untuk anak yang lainnya. Begitulah sistem, berjalan sesuai dengan apa yang sesuai dengannya.

Maka, stigma untuk anak-anak di sekolah dengan nilai rata-rata atau rendah dengan label malas, bodoh, dan bahkan tidak sukses adalah sebuah bukti sempitnya sebuah sudut pandang seseorang. Bukankah kita sering mendengar istilah apple to  apple? Kalau mau membuat indikator itu ya harus sesuai dengan apa yang dijadikan tumpuannya. Anak dengan tipe intelektual akan dengan mudah berhasil di nilai dan rankingnya tapi tidak dengan anak dengan tipe seni kreasi bebas misalnya.

Akhirnya, banyak orang yang memang bukan tipe intelektual merasa insecure dan takut akan masa depannya sebagai akibat dari stigma masyarakat yang mengatakan bahwa sukses itu selalu melulu tentang nilai dan ranking. Beban berat yang sudah dipikulnya harus ditambah dengan beban nilai dan ranking.

Sekeras apa pun mencoba, kalau memang bukan kelebihannya di situ, dia tidak akan semaksimal dirinya ketika menari-nari di dalam bidangnya. Sekuat apapun buku digunakan untuk mengganjal pintu agar selalu terbuka, ia akan lebih baik digunakan untuk membaca, bukankah begitu?

Agaknya hal ini perlu dipertimbangkan lagi bagi para orang tua dan guru pengajar yang masih belum memahaminya. Kita, manusia, sebagai makhluk sosial itu pasti butuh yang namanya support dan dukungan, khususnya anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan dan remaja-remaja yang masih dalam masa labil.

Tidak ada orang yang malas, yang ada hanyalah orang yang kurang support dan motivasi. Motivasi dalam mengerjakan sesuatu adalah lawan kata dari malas. Malas adalah sebuah keadaan di mana kita tidak memiliki motivasi untuk melakukan sesuatu, bukan karena diri kita malas dan memiliki akhlak yang buruk.

Jadi, kalau kita malah memaksa seseorang melakukan sesuatu yang bukan passionnya, kita malah mengajarinya untuk "malas"–dengan tanda petik. Biarkan orang menjadi versi terbaik dari dirinya. Setiap orang sudah diberi bagiannya masing-masing untuk kemudian dia kenali dan dia asah terus menerus.

Sumber : https://www.worldometers.info/world-population/

-Gaza Satria Lutfi

Komentar

Populer

Dosa Besar Sehari-hari

Pesantren Melek Zaman

Sibuk, apa itu?

Setiap Orang Punya Keindahan, Lho

Perempuan Dan Perasaan