Sebuah Seni Jatuh-Bangun
Sebagian dari kita ada yang menjalani hidupnya seperti roller coaster, naik-turun tak beraturan, dalam kecepatan tinggi, dan bikin siapapun yang menaikinya pusing kepala. Ia sampai menyadari, kalau di lajur ada lurusan yang normal sedikit aja, setelahnya pasti akan ada manuver yang tajam dan tak bisa diperkirakan bahkan setelah ia mempunyai pengalaman naik roller coaster berkali-kali. Tak semua orang bisa bertahan dalam kondisi seperti ini sepanjang hidupnya. Ada yang berakhir dengan anxiety, putus asa, kapok berharap, rendah diri, tak mau ambil kesempatan atau yang terparah depresi. Tapi, tahu gak sih? sebenarnya roller coaster itu juga bisa dinikmati lho. Buktinya banyak orang-orang datang ke tempat wisata untuk–dengan kesadaran penuh, menaiki roller coaster.
Menikmati sebuah wahana hiburan
Hidup di dunia itu isinya ya basa-basi, main-main, dan leha-leha. Begitulah sekiranya yang menginspirasi pak Edi A H Iyubenu menamai
kafe-kafenya yang tersebar seantero Yogyakarta. Kalau kita terlalu
menganggap "serius" segala hal yang terjadi di dunia, bagaimana kita bisa
menikmatinya? Mana ada orang yang menikmati roller coaster
dengan akal dan logikanya. Mereka hanya menikmati dan menyadari bahwa ini
hanya hiburan belaka, dan segala lajur serta manuver yang ada di relnya tak
perlu dipikir dalam. Ada perbedaan mendasar antara kata "Hidup" dan "Hidup di dunia". Hidup
memiliki nilai tersendiri sebagai sebuah tujuan sedangkan hidup di dunia
harus selalu kita lihat sebagai sebuah hiburan belaka.
Keyakinan bahwa Allah–yang membuat jalur roller coaster kita, adalah insinyur terbaik untuk mengatur bagaimana kereta hidup ini akan berjalan. Jalurnya tidak akan membawa kita ke tempat yang berbahaya, kecuali kalau kita memang mau keluar jalur dan lompat dari kereta tersebut. Begitulah cara seseorang bisa menikmati hidup dengan menggantungkan segala sesuatu kepada-Nya. Setelah kita serahkan semuanya kepada Allah, yang harus kita lakukan yaa cuman menyaksikan, melihat, dan mengambil pelajaran dari apa yang terjadi.
Jangan Salah Paham
Setiap orang memiliki kebutuhan terhadap sesuatu yang kita namakan sebagai
keyakinan dan sandaran. Di dunia ini ada yang yakin dan bersandar dengan
akal logikanya, ada yang bersandar dengan uangnya, jabatannya, orang tuanya,
temannya, cintanya, dan sebagainya. Maka, sebaik-baiknya sandaran adalah
Allah Ta'ala. Sebagaimana surat yang selalu kita baca
Dunia sendiri, menurut keterangan para Ulama', adalah sesuatu yang tidak berkaitan dengan akhirat. Harta benda, mobil, motor, uang, kuliah, sekolah, ijazah, gelar, pekerjaan, kehormatan, derajat tinggi di mata manusia, atau apa pun itu yang tidak berkaitan dengan akhirat maka itu adalah dunia. Nah, kalau kita hidup "di dunia" maka mari kita anggap semua ini sebagai hiburan. Nikmati saja wahananya, tak perlu menggunakan otak untuk menikmatinya, apalagi sampai merasa gak bisa hidup tanpa roller coaster yang gak jelas itu.
Dalam menjalani hidup yang seperti roller coaster, tantangan terbesar seseorang adalah bagaimana cara untuk menikmati
kenyataan pahitnya. Kenyataan pahit yang tak sesuai harapan memang sulit
untuk dinikmati, tapi ingat! Sulit tak berarti mustahil. Orang yang kakinya
tertancap duri akan sulit untuk menikmati proses mencabut duri dari kulit
kakinya, ya karena memang itu menyakitkan. Namun, sesakit apa pun itu,
bukannya akan ada rasa nikmat ketika kita mengetahui bahwa duri itu akan
segera tercabut dan kita akan segera pulih. Begitulah sekiranya gambaran
kenyataan pahit dalam hidup. Bahwa kuncinya ada pada keyakinan bahwa semua
ini akan berlalu dan kita akan segera pulih, bahkan menjadi lebih kuat dari
sebelumnya. Sama seperti Luffy yang terkena racun Magellan dan berhasil
selamat, akhirnya memiliki tubuh yang kebal dari racun.
ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ
(Al Ikhlash 112:2) : Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya
segala sesuatu.
Agaknya, kita harus mulai membaca ayat itu dengan penghayatan penuh. Karena kita semua tahu, surat Al-Ikhlas adalah surat favorit kita semua. Kalau kita telah mengfavoritkan, mari kita mulai menghayati ayat demi ayat yang ada.
Memang sandaran terbaik adalah Allah. Tawakkal adalah harga mati bagi setiap muslim. Tapi, apalah arti tawakkal tanpa dibarengi dengan usaha. Allah memberi kita sebab-musabbab, menyuruh kita tetap ikhtiyar, dan memberikan sunnatullah yang sedemikian rupa karena Dia tau bahwa manusia itu makhluk yang lemah, fisik serta hatinya. Kalau Allah tidak memberikan ikhtiyar kepada manusia–yang lemah hatinya, maka banyak orang yang akan putus asa karena tidak diberi kepastian terperinci oleh-Nya. Maka dari itu, diberilah kita ikhtiyar, pekerjaan, sebab-musabbab, agar hati kita punya sandaran dan tidak berputus asa. Hoppp, jangan cuman sampai situ ...
مَثَلُ ٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُوا۟ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَوْلِيَآءَ كَمَثَلِ
ٱلْعَنكَبُوتِ ٱتَّخَذَتْ بَيْتًا ۖ وَإِنَّ أَوْهَنَ ٱلْبُيُوتِ لَبَيْتُ
ٱلْعَنكَبُوتِ ۖ لَوْ كَانُوا۟ يَعْلَمُونَ
(Al Ankabuut 29:41) : Perumpamaan orang-orang yang mengambil
pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat
rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba
kalau mereka mengetahui.
Mari kita bedah ayat ini. Lihat, Allah tidak mempermasalahkan laba-laba membuat sarang. Ingat sekali lagi, membuat. Tapi, yang dipermasalahkan adalah menjadikannya sebagai rumah tempat perlindungan. Kita tidak dipermasalahkan untuk berusaha, mencari uang, kenalan, relasi, dan sebagainya. Namun, yang jadi masalah adalah kita menjadikan semua itu sebagai sandaran dan menggantungkan hidup kepada hal itu semua.
Jadi jangan salah paham tentang ikhtiyar dan usaha. Jangan salah paham juga tentang uang untuk sedekah dan makan untuk kuat beribadah. Semua hanya wasilah kita untuk tetap bersandar kepada Allah Ta'la.
Roller Coaster Juga Punya Standar Keamanan
Ya, ketika kita menaiki roller coaster, ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti mengencangkan sabuk,
tidak melepas sabuk ketika wahana sedang berjalan, tidak memegang hp, dan
sebagainya. Dalam hidup, itu termanifestasikan dalam aturan-aturan yang
telah dibuat oleh Allah.
Aturan yang bersifat harga mati bagi setiap muslim adalah lima rukun islam yang harus selalu dijaga setiap saat. Rukun sendiri bermakna pondasi. Pondasi agama kita dibangun dengan kelima pilar tersebut. Tak ada satupun bangunan di dunia ini yang dibangun tanpa pondasi. Tidak mengkokohkan lima pilar artinya membiarkan bangunan Islam yang ada di dalam diri dekat akan keruntuhan.
Melepas kelimanya artinya membiarkan kita dalam bahaya ketika menjalani
hidup. Jangankan melepaskan, mengendorkan saja akan menghadirkan bahaya yang
sama. Itulah kenapa sholat diwajibkan lima kali dalam sehari, agar kita
tetap selalu kokoh dan kuat dalam menjalani kehidupan ini. Kalau ada hidup
yang berantakan mungkin datang dari sholat yang berantakan juga. Harga
seorang hamba di hadapan Allah dilihat dari bagaimana cara ia melaksanakan
sholat. Kalau tidak melaksanakannya, bagaimanya cara melihat harga-mu di
hadapan-Nya.
Seni Jatuh-Bangun
Titik nadir. Titik terendah seseorang. Titik di mana hati terasa hampa.
Jiwa terasa kering tak ada sesuatu yang menyiraminya. Ruh terasa kotor.
Titik di situ seseorang tak tahu harus melakukan apa dan bagaimana keluar
darinya. Ya, siapapun yang sedang berada dalam titik tersebut doaku selalu
menyertai. Ah, doaku saja tak cukup mungkin ya. Yausdah, ingat, Allah selalu
menyertai. Banyak ayat dari AlQuran yang menyatakan bahwa "Allah sangat
dekat".
Lalu bagaimana cara seseorang bisa membuat ketangguhan dalam menjalani
hidup yang jatuh bangun seperti ini. Hidup yang dibayangi masa lalu yang berbagai macam bentuknya.
Hidup yang seakan tanpa masa depan dan hanya bayangan semu belaka.
Pertama yang harus dipahami bahwa tidak ada satu pun manusia di dunia ini
yang selalu kuat untuk jatuh-bangun tanpa bantuan, apalagi itu terjadi terus menerus dalam waktu dekat. Bantuan terbaik dalam
menjalani ini adalah sebuah harapan.
Harapan seringkali hilang saat seseorang berada di titik nadir. Padahal,
itulah satu-satunya yang kita butuhkan saat berada dalam gelapnya kehidupan.
Tapi, entah mengapa harapan selalu hilang ketika kita sedang terjatuh,
lebih-lebih bagi orang yang selalu jatuh-bangun. Seakan dunia mengatakan
"Untuk apa mencoba lagi, nanti juga gagal lagi".
Bukankah bintang akan terlihat indah pada gelapnya malam?
Harapan seharusnya menjadi bintang ketika gelap kehidupan datang kepada
kita. Ia menjadi pelipur-lara dan petunjuk untuk menentukan arah kita
selanjutnya. Maka, harapan terindah dan yang paling terang adalah berharap
kepada Allah. Tidak ada satu pun di dunia ini yang seterang harapan kepada
Allah. Ketika kita menaruh harapan kepada-Nya, Dia tidak mungkin
mencampakkan kita seperti manusia-manusia yang pernah kita taruh harapan
kepadanya.
Selalu bangun setiap kali terjatuh adalah bentuk nyata dari harapan. 1000
kali kita jatuh, maka seribu kali kita bangkit. Berjuta kali pun kita jatuh,
maka kita hanya butuh bangkit sekali lagi saja untuk menunjukan bahwa di
dalam diri kita masih ada harapan yang menyala.
Orang-orang terdekat penting untuk selalu kita hadirkan dalam hidup ini.
Kita tak bisa selalu hidup sendiri layaknya main character yang over power.
Kita butuh orang lain untuk menguatkan diri dalam jatuh bangunnya kita. Ya,
kadar kebutuhan setiap orang berbeda, tapi semuanya sama dalam hal bahwa
manusia adalah makhluk sosial.
Selain itu yang tak kalah penting adalah bagaimana kita belajar dari
kesalahan yang membuat kita jatuh. Belajar untuk selalu menjadi lebih baik
dari sebelumnya. Jangan sengaja untuk jalan ke depan lobang yang sudah
menjatuhkan kita berkali-kali. Kalau kita sudah tahu ada lobang, maka
hindari dan cari jalan lain. Jangan malah secara kesadaran penuh menapakan
kaki di atas lobang tersebut. Dengan belajar dari kesalahan, kita tidak
menyia-nyiakan lampu harapan yang sudah susah payah kita hidupkan
sebelumnya.
Mari sejenak kita melihat lirik lagu ini
Well, you only need the light when it's burning low
Only miss the sun when it starts to snow
Engkau hanya butuh cahaya ketika dunia mulia redup
Rindu matahari ketika bumi mulai diselimuti salju
Artinya, harapan itu dibutuhkan bukan hanya saat senang dan optimis saja.
Malah, pada saat dunia mulai redup, cahayalah yang sedang kita butuhkan.
Jangan kebalik, ketika optimis harapan kita melimpah, cahaya kita terang
benderang dan ketika jatuh dalam kegelapan kita malah memilih untuk
menyalakan lampu yang kecil dan remang-remang
Only know you've been high when you're feeling low
Only hate the road when you're missing home
Kamu tahu dulu pernah "tinggi" ketika kamu merasa rendah sekarang
Kamu membenci perjalanan ketika rindu akan rumah
Kalau sedang berada di titik nadir, maka ingatlah pasti kita pernah berada di titik yang lebih dari itu. Karena merasa rendah adalah ungkapan lain untuk mengatakan bahwa kita pernah tinggi.
Kita membenci perjalanan ketika rindu akan rumah. Setiap perjalanan yang
kita lalui dan tidak kita nikmati atau syukuri akan membawa kita kepada
kerinduan kepada rumah yang nyaman dan tenang. Maka, mari buat perjalanan
ini senyaman mungkin, setenang mungkin tanpa ada penyesalan di
dalamnya.
Mungkin Kecepatanmu Terlalu Tinggi
Dunia–dewasa ini, sudah semakin efisien dan serba cepat. Itu juga membentuk
pribadi kita sebagai seseorang yang ingin semuanya serba cepat, mungkin
termasuk dalam meraih hasil dari sebuah usaha. Sejauh yang aku tahu,
ketepatan arah selalu lebih baik dari kecepatan. Secepat apa pun kita, kalau
arahnya salah, ya tidak akan sampai. Dan setahuku, mengemudi dalam kecepatan
tinggi butuh fokus yang tinggi juga, atau kalau tidak akan terjadi
kecelakaan yang tak kita inginkan. Tapi, siapa di sini yang kuat untuk
selalu fokus sepanjang hari?
Mengemudi dalam kecepatan rendah juga sebuah seni. Hidup dalam kecepatan
rendah pun begitu. Memperlambat laju pikiran yang selalu terlalu cepat bisa
mengubah keadaan yang terlihat ruwet. Meditasi adalah salah satu yang terbaik untuk itu. Lalu, tahu nggak
meditasi yang terbaik? Ya, benar, sholat. Sholat sebagai wasilah untuk
menurunkan kecepatan, mengatur ulang arah, dan mengingatkan sebuah tujuan
dari perjalanan.
-Gaza Satria Lutfi
Komentar
Posting Komentar