Untuk Kita Yang Merasa Tak Dicintai

Dalam mengarungi kerasnya kehidupan, setiap insan membutuhkan kasih sayang dan cinta yang ditujukan kepadanya. Hal ini adalah sebuah keniscayaan dari sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial. Introvert ataupun ekstrovert, setiap manusia pasti membutuhkan hal tersebut dari orang lain.

Keluarga adalah salah satu–atau mungkin yang terbaik, untuk memberikan kebutuhan tersebut. Tidak ada yang lebih dekat dengan diri kita melebihi keluarga kita sendiri, terutama orang tua kepada anaknya. Mereka berdua adalah orang yang paling banyak menerima kekurangan kita, paling kuat untuk menanggung kerasnya kita dan paling sabar untuk menghadapi cengengnya kita. Di saat seluruh dunia sudah tak lagi berpihak kepada kita, satu-satunya kehangatan yang bisa memeluk kita adalah mengaduh di depan keduanya.

Kita tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan keluarga. Kita mungkin tidak mengenal lebih dalam orang tua kita karena memang dalam proses pertumbuhan dulu akal kita tidak se-sempurna sekarang. Setelah akal kita mulai sempurna, masing-masing dari kita mungkin sudah tinggal sendiri-sendiri di daerah nan jauh di sana. Itulah mengapa orang tua kita sangat mengenal anak-anaknya tapi tidak sebaliknya.

Dalam satu hikayat syiir dari Imam Syafii, dikatakan sebagai berikut

وَما يَبقى الصَديقُ بِكلِّ عَصرٍ
وَلا الإِخوانُ إِلّا لِلتَآسي
Tidaklah teman dan sanak saudara itu hadir, kecuali untuk berbagi beban keluh kesah

Keluarga hadir untuk berbagi beban, yang kita tanggung, satu sama lain. Ingat ya berbagi satu sama lain, bukan hanya anak yang selalu berbagi beban kepada orang tuanya tapi tidak mau menerima beban yang dipikul orang tua. Kata تآسى di atas memiliki faidah Musyarakah atau ketersalingan. Artinya satu sama lain bercerita dan menanggung beban bersama-sama.

Tapi apalah daya~ Mau dikatakan ketersalingan sekalipun, orang tua kita tak akan membagikan beban terberatnya kepada anak-anaknya. Karena mereka adalah orang-orang yang dipaksa tangguh di hadapan anaknya yang selalu mengharap orang tua yang sempurna.

Dalam nasihat mencari pasangan, ada yang mengatakan seperti ini "Bukan tentang mencari yang terbaik, tetapi menjadi yang terbaik". Dalam bermuamalah dengan orang tua harusnya pun seperti itu. Bukan tentang meminta yang terbaik dari orang tua kita tapi menjadi yang terbaik untuk mereka. Kalau kita selalu meminta untuk dimengerti dan dicintai oleh mereka cobalah untuk belajar mengerti dan mencintai mereka terlebih dahulu. Bagaimanapun orang tua kita juga seorang manusia yang pasti memiliki kekurangan di dalam dirinya. Dan mungkin ketakutan terbesar mereka adalah anaknya mengetahui ternyata orang tuanya punya kekurangan. Artinya dia merasa gagal untuk bersikap tangguh di depan anaknya. Kita selalu meminta orang tua yang sempurna, apakah kita sudah menjadi anak yang sempurna?

Anak sering dibahasakan sebagai ثَمْرَةُ الْفُؤَادِ, buah hati. Dari kata ini saja kita sudah bisa menyimpulkan betapa sayangnya mereka kepada kita. Kita adalah buah yang tumbuh dari rasa kasih sayang mereka merawat kita selama ini. Kalau kita tidak merasakannya, mungkin karena kita belum memahami mereka lebih dalam. Bahwa setiap manusia itu punya cara yang berbeda dalam memberi dan menerima cinta. Cobalah untuk memahami cara orang tua kita memberikan cinta itu seperti apa dan selanjutnya begitulah cara mereka menerima cinta. Cara memberikan cinta seseorang itu sama dengan cara dia menerima cinta.

Ada satu kalam hikmah dari Arab mengatakan "Kita akan mengetahui harga dari sesuatu ketika kita kehilangannya". Ditinggal oleh orang yang kita cintai, mungkin akan sangat menyakitkan. Tapi, tahukah kita bahwa ditinggal oleh orang yang sangat mencintai kita lebih menyakitkan dari itu? Mencintai itu mudah, kita bisa memberinya kepada setiap orang. Tapi untuk dicintai sampai setingkat ini oleh orang tua adalah hal yang mungkin tak bisa kita temukan dua kali. Maka ditinggal mereka berdua sama seperti kehilangan cinta tulus yang bisa menghangatkan hati kita dari dinginnya dunia luar.

Kalian tau? Banyak ayat perintah untuk meyembah Allah dan tidak menyembah Tuhan lain, ayat-ayat tersebut selalu disandingkan dengan perintah berbakti kepada orang tua. Lihatlah betapa luar biasanya "bakti" kepada orang tua, sampai disandingkan dengan perintah tersebut. Lalu, sudahkah kita berbakti kepadanya?

Ah, kata siapa berbakti itu harus menjadi sukses? harus menjadi hebat di mata orang-orang? harus membanggakan orang tua. Coba tanya mereka sekali lagi "Mah, kalau aku gak jadi apa-apa, gak papa, kan?". Pasti jawaban dari mereka adalah "Iya, gak papa". Pertanyaan seperti itu bagi orang tua adalah pertanyaan aksiomatis. Mereka mencintai kita dengan tulus, tanpa ada tendensi untuk mendapat keuntungan apa-apa.

Berbakti itu cukup dengan mendoakan mereka setiap sehabis sholat. Ya, karena memang itulah satu-satunya hal yang bisa dilakukan manusia lemah. Kalau kita meremehkan "berbakti dengan doa", memang kita bisa apa toh? Kita punya kekuatan apa selain berdoa dan mengharap rahmat-Nya turun kepada kedua orang tua kita. Itu adalah bentuk bakti paling tinggi kita kepada orang tua kita.

-Gaza Satria Lutfi

Komentar

Populer

Dosa Besar Sehari-hari

Pesantren Melek Zaman

Sibuk, apa itu?

Setiap Orang Punya Keindahan, Lho

Perempuan Dan Perasaan