Politik Enjoy

https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Falumni.mcmaster.ca%2Fs%2F1439%2F16%2Finterior.aspx%3Fsid%3D1439%26gid%3D1%26pgid%3D12919&psig=AOvVaw3IyMfZ41z6ssN4_GGJBItI&ust=1705784311750000&source=images&cd=vfe&opi=89978449&ved=0CBMQjRxqFwoTCLjB_6it6oMDFQAAAAAdAAAAABAD

Tren politik memang dari dulu selalu tak berubah. Di manapun tempatnya, isinya selalu sama. Itu adalah keniscayan dari janji Allah yang menjadikan manusia di muka bumi ini berbeda-beda. Bahkan subjudul dari masterpiece Jonathan Haidt yang berjudul "The Righteous Mind" pun berbunyi "Mengapa Orang-orang Baik Terpecah Karena Politik Dan Agama". Di situ dibahas tuntas, jelas, dan tepat sasaran dengan data-data yang sangat banyak. Sebagian pendapatku tentang buku ini sudah aku tulis di blog ini juga, Buku Itu Berjudul The Righteous Mind.

Merajalelanya media sosial ikut meramaikan tren politik ini. Bahkan mungkin bisa dibilang semakin membuat situasi politik semakin tak terprediksi. Situasi yang tak terprediksi ini membuat sekitar 28,7% warga Indonesia terkategori sebagai undecided voters dan 44% sebagai swing voters. Angka ini cukup tinggi dan bisa membuat haluan politik yang ada tidak terprediksi. Dan kebanyakan dari persentase ini adalah anak-anak muda yang masih bimbang dan aktif di media sosial.

Pada pemilu 2024 ini, 55% dari 100% pemilih adalah generasi muda calon penerus kemajuan bangsa ini. Fenomena undecided voters dan swing voters ini mungkin sedikit banyak dipengaruhi oleh situasi dan keadaan politik yang terjadi sekarang ini. Mungkin jika ada kebanyakan anak muda memilih untuk golput dan tidak ikut-ikutan politik, maka penyebabnya adalah tren politik yang terlihat ricuh.

Orang Indonesia itu terkenal dengan kelembutan dan kehalusannya, jadi kalau ada kondisi di mana terjadi gesekan dan konflik, pasti banyak yang lebih memilih tidak ikut-ikutan politik atau bahkan benar-benar tidak memilih. Sebenarnya dari sini juga kita bisa belajar– bagi siapapun yang berusaha mengajak orang lain untuk memilih paslon pilihannya, untuk tidak menggunakan cara-cara kotor dan kata-kata yang tidak enak didengar. Ketika kita kok menggunakan cara, seperti memojokan paslon lain, menjelek-jelekan paslon lain, itu malah membuat orang-orang simpati kepada paslon yang terpojokan. Karena begitulah watak dan tabiat orang Indonesia, lembut, halus, mudah simpati serta empati.

Hal ini juga yang terjadi pada debat capres kedua kemarin. Tiga paslon malah terkesan saling menyerang bukannya malah fokus dengan visi misi sendiri. Bahkan, selesai menonton debat ini, aku memutuskan untuk golput saja, ya walaupun nanti tentu bisa berubah dan pasti akan kupilih salah satu dari ketiganya. Namun, poinnya adalah kenapa ketiga paslon malah saling menyerang di debat yang diperuntukan untuk adu visi misi.

Mengutip Pak Anis : Semakin tinggi dan besar kekuasaan, bukan teknis lagi yang dibahas melainkan nilai
Mengutip Pak Ganjar : Tenang aja, politik ini cuman masalah kepentingan saja kok
Mengutip Pak Prabowo : Biar rakyat Indonesia yang menentukan

Jadi sudah sangat jelas sekali. Pertama, kita harus memilih pemimpin dari nilai yang dibawa. Bagaimana karakter dan pemikiran kedepannya untuk bangsa Indonesia. Ini bisa dilihat sedikit dari visi dan misi. Ya, sedikit. Jangan dilihat dari janji-janji, karena program bisa saja tak berjalan, tapi nilai tetap tak bisa terpisahkan dari diri seseorang. Kedua, santai aja bro, gausah terlalu berlebihan tentang pemilu yang cuman 5 tahunan sekali ini. Semua tentang kepentingan kok. Paslon yang selalu kamu bangga-banggakan itu, dia juga mikir kepentingan kok. Jadi, gausahlah berlebihan menjelekkan paslon lain. Dan yang pasti, ketiga paslon ini adalah kepentingannya untuk memajukan bangsa Indonesia ya. Yang berbeda adalah nilai dan cara yang dibawa. Ketiga, Biar rakyat Indonesia yang menentukan. Jadi, sengoyo apapun kamu, kamu gabisa mengubah pemikiran 204.807.222 orang untuk memilih paslonmu saja.

Kampanye tuh gaperlu menjelek-jelekan paslon lain, apalagi menghina. Kan sudah dibilang tadi bahwa orang Indonesia itu berwatak halus dan lembut. Kalau memberi data, silahkan, tentu. Ini sangat bagus agar kita bisa melihat track record dan nilai yang dibawa oleh paslon. Kalau lebih dari data, maka itu namanya fitnah dan ghibah. Dan ghibah ini salah satu dosa kecil yang berpotensi menjadi dosa besar, bahkan bisa jadi ada ulama' yang menggolongkannya sebagai dosa besar. Aku juga nulis tentang ini Dosa Besar Sehari-Hari.

Kampanye itu dibawa santai aja dan gak perlu berlebihan. Kalau kata Rifqy, temenku, Kita meninggal nanti yang ngurusin ya keluarga. Yang datang untuk ziyarah ya teman-teman kita. Kalau kita susah, yang membantu ya mereka. Mosok, cuman gara-gara satu orang yang kamu bangga-banggakan, hubunganmu dengan mereka hancur. Dan lagi, satu orang itu tadi gak akan tuh ngurusin jenazahmu, syukur-syukur dateng ngelayat ke rumah, atau kirim al-fatihah aja deh, kayaknya engga. Gitu kok mau dibela mati-matian sampai menjelekan paslon lain.

Dan lagi, nanti paslonmu jadi presiden pun, kamu tetep kerja kayak biasanya kok. Tetep belajar kayak biasanya. Paslon lawanmu jadi, dunia juga gak lantas kiamat, hehe. Jadi, santai aja. Gaperlu berlebihan menanggapi pemilu ini. Bela paslon kok kayak bela akidah.

Sumber data:



-Gaza Satria Lutfi

Komentar

Populer

Dosa Besar Sehari-hari

Pesantren Melek Zaman

Sibuk, apa itu?

Setiap Orang Punya Keindahan, Lho

Perempuan Dan Perasaan